Oleh : SBS
Sejak hampir sebulan yang lalu saya bersepakat untuk berbagi tugas dengan anak bungsu laki-laki yang saat ini kelas 6 SD.
Awalnya tidak mau dengan alasan belum pernah. Setelah pendekatan, motivasi, memberikan pemahaman dan negoisasi akhirnya dia menerima tugas ini. Dia kebagian 4 kali adzan, sedang 1 kali adzan waktu shubuh menjadi tugas saya.
Kesepakatan ini kami lakukan semenjak yang ngopeni sekaligus muadzin di musholla lingkungan mengalami sakit (akhirnya meninggal dunia). Bahkan beberapa kali sempat off tidak ada jamaah karena yang aktif di musholla sakit semua.
Sekolah yang masih daring, memungkinkan tugas ini berjalan dengan baik sampai saat ini. Alhamdulillah
Sesekali terlintas rasa kasihan , setiap notifikasi hape mengingatkan bahwa 10 menit lagi masuk waktu shalat, biasanya dia sudah mulai persiapan, selanjutnya standby di musholla menunggu tanda bunyi dari papan jadwal shalat digital masuk waktu shalat dilanjutkan mengumandangkan adzan.
Keberadaan musholla yang dekat rumah sungguh saya syukuri. Selain keutamaan menjaga shalat lima waktu dengan berjamaah, jalinan kedekatan semakin kuat , terbangun interaksi sosial dengan warga lingkungan juga menjadi sarana pembelajaran bagi anak agar berani mengambil peran serta memipuk rasa percaya diri.
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, sebagai ayah saya berusaha memberikan asupan pelajaran kepadanya.
Pembelajaran di rumah berbeda dengan sekolah. Sedikit teori banyak praktek. Belajar segera beramal.
Sejatinya, tuntutan keteladanan yang tidak bisa diabaikan itu merupakan pengingat dan penjagaan yang efektif buat orang tua. Melakukan terlebih dulu lalu mengajak akan lebih mudah diterima.
Menyiapkan anak agar punya visi dalam hidup adalah tugas paling mendasar. Tujuan hidup yang jelas dibutuhkan untuk menghadapi dinamika kehidupan yang penuh tantangan.
Bangunan keyakinan akan keberadaan Tuhan dan rasa penghambaan yang kokoh akan menguatkan gerak langkah mengarungi kehidupan dan tidak mudah terombang-ambing dengan ketidakpastian.
Dalam sebuah tulisandisebutkan sekarang ini kita hidup di era VUCA World yang selalu bergerak (volatile), tidak pasti (uncertain), kompleks (complex), dan ambigu (ambigous). Perubahan terjadi serba cepat, penuh ketidakpastian, dan sangat kompetitif.
Resiliensi adalah seseorang dalam mengembangkan kemampuan diri untuk menghadapi, mengatasi, memperkuat, dan mentransformasikan pengalaman-pengalaman yang sulit menuju pencapaian adaptasi yang positif. Seseorang yang memiliki resiliensi yang baik dapat menjalani kehidupannya lebih bermakna, dapat melewati masa keterpurukan dengan cepat, percaya diri, tidak mudah putus asa, pandangan hidupnya akan lebih positif, dan memiliki hubungan yang baik dengan orang lain. Istilah ini seringkali digunakan dalam hal pendidikan anak.
Untuk mengembangkan karakter ini orang tua bisa dengan sengaja memberikan tantangan-tantangan yang sesuai dengan usia dan kapasitas anak.
Menumbuhkan orientasi dan visi dalam hidup sembari melatih ketrampilan hidup mesti dilakukan secara bersamaan. Bisa jadi terasa tidak ringan dan penuh tantangan.
Sebagai orang beriman, pelajaran yang selalu saya ingat, ada empat kunci dalam mendidik anak yaitu doakan, beri teladan, beri pendidikan dan beri yang halal untuk dipakai dan dimakan.
Selamat Hari Anak Nasional.(RED)