Gerhana Bulan Sebagai Upaya Peningkatan Keimanan di Masa Pandemi

0 64

Haloblora.co – Ketua Persatuan Wredatama Republik Indonesia (PWRI) Kabupaten Blora Ir. H Bambang Sulistya,MMA mengungkapkan fenomena alam gerhana bulan total atau dikenal Super Blood Moon yang akan terjadi pada Rabu 26 Mei 2021 diharapkan mampu memotivasi diri sebagai upaya peningkatan keimanan di masa pandemi Covid-19.
Bambang Sulistya menyebut, sebagai orang beriman bahwa kejadian gerhana bulan merupakan bukti kemahabenaran, kebesaran dan kekuasaan Allah.
“Untuk itu jadikan peristiwa fenomena alam saat ini berupa gerhana bulan sebagai upaya peningkatan keimanan dan bersyukur dengan melaksanakan berbagai kegiatan, yaitu salat gerhana (khusyufil qamar), memperbanyak takbir, tahlil, istighfar dan berbagi (kepyur) bagi kaum duafa yang saat ini sedang menderita dampak wabah Virus Corona,” kata Bambang Sulistya yang juga mantan Sekda Blora, Rabu (26/5/2021).
Dikatakannya, peristiwa gerhana bulan adalah fenomena alam bersejarah dan sangat menginspirasi kenangan masa lalu.
Peristiwa itu bisa disaksikan di Indonesia. Sehingga dengan gegap gempitanya pemberitaan telah mengundang sebagian besar masyarakat tak sabar menantikan kemunculan gerhana bulan tersebut untuk melihat langsung sambil menghibur diri di tengah kejenuhan menghadapi pandemi Covid-19 yang belum ada tanda akan berakhir.
“Saya jadi teringat waktu kecil,masa lalu ketika masih bertempat tinggal di lingkungan masyarakat pedesaan tepatnya di desa pandeyan kecamatan Wedi kabupaten Klaten,” kata mantan Sekda Blora, Bambang Sulistya.
Ia mengungkapkan, setiap muncul gerhana bulan selalu ada cerita cerita yang menarik menjadi bumbu kehidupan di alam pedesaan,yang sering dinamahi mitos gerhana bulan.
Ada beberapa mitos yg selalu terdengar setiap gerhana bulan muncul, diantaranya, ada raksasa jahat yang bernama Batara Kala sedang menelan bulan.
“Kejadian itu dipercaya sebagai pertanda yang kurang baik bagi kehidupan sehingga harus ada upaya dengan melakukan ritual yg dilaksanakan oleh masyarakat, berupa ikhtiar memukul lesung padi,” ucapnya.
Hal itu diartikan seperti memukul jasad Batara Kala yang masih hidup agar raksasa jahat itu mual dan memutahkan bulan yang ditelanya.
Kemudian ada juga mitos lain memukul pohon buah-buahan agar menghasilkan buah yang banyak dan berkualitas.
“Dahulu saya memukul mukul pohon kelapa dengan harapan kelapa berbuah banyak dan menjadi kelapa kopyor dengan harga jual yang lebih mahal,” ungkapnya.
Cerita dan mitos lain, bagi wanita yang sedang hamil dilarang keluar rumah saat gerhana bulan terjadi.
“Sebab dikawatirkan jabang bayi didalam kandungan akan memiliki bibir sumbing seperti bentuk gerhana,” kata dia.
Untuk itu wanita hamil membuat bubur merah putih sebagai upaya tolak balak.Pembuatan bubur merah putih tidak hanya melindungi bayi saja melainkan untuk menolak datangnya musibah atau wabah penyakit.
“Namun, zaman sudah berubah, saat ini kita sudah memasuki era new normal dimana telah terjadi revolusi teknologi dan informasi sehingga harus bisa memaknai fenomena alam secara rasional dan secara religi,” terangnya.(RED-HB)

Leave A Reply

Your email address will not be published.