BATIN PRIHATIN, KELU UNTUK BERKATA

0 379

Oleh : SBS

Malam selepas isya ada yang datang minta tolong kepada saya. Saudaranya yang sakit mengalami sesak nafas tidak kunjung mendapat tempat perawatan. Semua Rumah Sakit yang didatangi tidak bisa menerima karena semua kamar sudah penuh terisi.

Sejurus kemudian saya menelpon pejabat berwenang, siapa tahu ada informasi lebih akurat selanjutnya dicarikan celah kebijakan.

Berkali-kali menelpon sana-sini tidak ada yang beranjak mengangkat. Ada empat nomor yang saya hubungi namun tiada satupun jawaban.

Sekira dua puluh menit sejak saya berusaha mencari bantuan, tamu yang dihadapan menyampaikan bahwa baru saja menerima pesan, yang sedang ditolong sudah meninggal.

Beberapa pekan terakhir, bisa jadi banyak yang akrab dengan cerita seperti ini. Setidaknya kisah mencari pengobatan yang tiba-tiba menjadi tidak mudah dan penuh tantangan.

Orang kebanyakan mengatakan ini musim orang sakit. Sebagian menuding pergantian musim yang di luar prediksi sebagai biang keladi namun kekhawatiran meninggi karena lagi musim pandemi bahkan konon ada varian baru yang lebih ganas lagi.

Melihat kenyataan, tetangga kanan kiri banyak yang tidak terlihat, harus istirahat dan mesti minum obat. Di lain tempat kabarnya banyak kerabat yang tumbang tidak sehat. Ini semua semakin memicu kekhawatiran akan pandemi yang mengancam.

Hampir semua klinik pengobatan tampak mengular antrian. Yang biasanya sepi berubah sibuk tak berhenti. Bahkan ada yang terpaksa menutup prakteknya sementara mengambil jeda, mungkin menghemat tenaga. Maklum, menangani pasien di musim pandemi ini memang beda, ekstra hati-hati agar tidak terjangkiti.

Di medsos, WAG dan jalur informasi lainnya bertebaran ucapan dan doa untuk kesembuhan tidak jarang ungkapan tanda belasungkawa. Hampir tiap pagi speaker masjid meraung mengabarkan berita duka.

Kabar lelayu mengalir mengiris hati. Tetangga, kerabat, teman dan kenalan meninggal silih berganti. Tidak jarang bebarengan, saling menyusul dalam satu hari.

Hampir semua portal berita berulang mengabarkan bahwa terjadi lonjakan kasus yang terpapar. Ketersediaan ruang untuk opname di RS selalu penuh juga mesti antri di depan bangsal. Padahal RS sudah senantiasa menambah kapasitas.

Bertambah pilu, berita menyebutkan akibat pasokan oksigen yang habis mengakibatkan puluhan nyawa tidak terselamatkan.

Semua faham dan percaya, tenaga kesehatan berjibaku tiap hari, mencurahkan energi untuk melayani di tengah resiko tinggi tertular. Kenyataannya demikian, banyak dokter dan nakes yang gugur selama pandemi.

Aksi kemanusiaan yang digagas dan diinisiasi masyarakat bermunculan. Swadaya dengan iuran bantingan untuk membantu dan berbagi. Memberikan pertolongan kepada yang sedang sakit, meringankan beban berat yang sedang terhimpit.

Apresiasi tinggi untuk mereka yang rela menggalang dan terjun beraksi. Semoga keikhlasan mereka dibalas Allah dengan pahala dan keridhoan. Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.

Langkah pemerintah memberlakukan pembatasan atau PPKM juga menimbulkan pro kontra. Saya percaya sejatinya pemangku kebijakan ingin senantiasa menjaga stabilitas ekonomi namun serangan pandemi yang deras membabi buta memaksa mengambil kebijakan yang terasa berat untuk diterima.

Saat diminta pendapat atas kebijakan ini, saya sering bingung menjawabnya. Karena mereka sebenarnya hanya ingin mengadu atas kegoncangan ekonomi yang dialami. Batin menahan rasa ikut prihatin, terasa kelu untuk berkata.

Ya..sesungguhnya saya sangat berempati dan bisa merasakan kerisauan mereka namun nampaknya pembatasan dilakukan sebagai ikhtiar agar pandemi terkendali.

Segala usaha wajib dijalankan.

Akhirnya hanya kepada Allah kita pasrah dan meminta pertolongan.(RED-SBS)

Leave A Reply

Your email address will not be published.