Antraks Merebak, Antara Edukasi dan Kebutuhan EkonomiEdy Wuryanto Minta Tidak Ada Ego Sektoral
Haloblora.co – Tiga orang meninggal dunia di Gunungkidul memiliki riwayat menyembelih sapi yang sudah mati. Satu dari mereka memiliki hasil tes positif antraks. Kementerian Kesehatan telah turun tangan dengan melakukan tes serologi, hasilnya 85 warga di Desa Candirejo, Gunungkidul, positif antraks.
“Saya turut prihatin karena adanya masyarakat yang meninggal karena antraks,” kata Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto. Menurut Edy, kasus antraks di Indonesia bukan barang baru. Di Propinsi DI Yogyakarta pernah dilaporkan kasus antraks beberapa kali. Yang belum lama juga terjadi di Gunungkidul pada 2019.
Edy menyatakan bahwa spora pada bakteri Bacillus Anthracis yang bisa bertahan di lingkungan hingga puluhan tahun. Sehingga kasus antraks di beberapa daerah biasanya kambuhan. “Namun seharusnya dari kasus yang muncul, ada sesuatu yang dipetik. Misalnya bagaimana perawatan bangkai hewan yang mati karena antraks,” tuturnya.
Yang terjadi di Gunungkidul beberapa waktu ini karena ada sapi yang mati lalu disembelih dan dagingnya dibagikan. Ini sesuai dengan tradisi di wilayah tersebut yang bernama brandu. Politisi dari PDI-Perjuangan ini menyatakan bahwa pokok dari masalah ini bukan hanya sektor kesehatan saja. Edy menyebut tradisi brandu yang masih lestari merupakan wujud dari ketimpangan ekonomi dan edukasi masyarakat. “Jika masyarakatnya mampu dan mengetahui bahwa antraks itu berbahaya, pasti tidak ada tradisi itu sampai sekarang. Mereka akan milih makan daging dari pasar atau tempat pemotongan hewan yang lebih sehat,” katanya.
Sehingga Edy menyarankan agar penyelesaiannya tidak hanya pakai kacamata kesehatan. Legiselator dari Dapil Jawa Tengah III ini menyarankan untuk pemberantasan antraks juga harus dibarengi dengan peningkatan ekonomi dan pengetahuan warga. Jaring pengaman sosial yang salah satunya adalah BPJS Kesehatan dapat dimasifkan agar masyarakat bisa diminimalisir jatuh ke jurang kemiskinan. “Sosialisasi dan yang terpenting adalah terjun ke lapangan lebih sering. Tidak hanya saat kasus ini ada lantas jadi heboh dan nanti hilang,” katanya.
Namun penangana secara kesehatan juga perlu dilakukan. Menurutnya ini perlu kerjasama antara Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pertanian. “Tidak boleh ada ego sektoran. Harus ditangani bareng,” kata Edy. Sehingga penyakit yang termasuk zoonosis ini tidak menular ke manusia. Termasuk juga mengantisipasi agar spora dari bakteri antraks ini tidak menyebar dan bertahan di lingkungan.(RED-HB).