BREAKING NEWS

Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto; Intervensi Stunting Harus Komperhensif

0 93

Haloblora.co – Pada beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo mengumumkan hasil penelitian stunting yang turun menjadi 21,6 persen pada 2022 dari sebelumnya 24,4 persen pada 2021. Meski begitu, ambisi pemerintah menurunkan stunting hingga 14 persen pada 2024 masih perlu penyesuaian di lapangan.

Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Edy Wuryanto memberikan apresiasi kepada pemerintah karena berhasil menurunkan angka stunting nasional dengan cukup signifikan. “Bukan hal yang mudah apalagi di masa pandemi Covid-19,” kata Edy. Lebih lanjut, intervensi stunting tidak bisa instan.

Edy memberikan saran agar pengukuran stunting memiliki standar nasional. Itu diperlukan agar pemerintah daerah yang melakukan survei bisa memakai standar yang sama. Perbedaan cara ukur antar satu wilayah dikhawatirkan akan mempengaruhi kredibilitas data di pusat.

Anggota dewan Dapil Jawa Tengah III itu pun mempertanyakan adanya enam daerah yang stuntingnya meningkat pada periode survei 2022. Enam provinsi tersebut adalah Sulawesi Barat (2021: 33,8% dan 2022:35% ), Papua (2021: 29,5% dan 2022: 34,6%), NTB (2021:31,4% dan 2022: 32,7%), Papua Barat (2021: 26,2% dan 2022: 30%), Sumatera Barat (2021: 23,3% dan 2022: 25,2%), dan Kalimantan Timur (2021: 22,8% dan 2022: 23,9%). Kenaikan ini harus menjadi atensi pemerintah pusat. “Dana digelontorkan banyak, kok, naik,” kata Edy.

Dia menyarankan agar pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Kesehatan dan BKKBN, untuk terjun langsung ke enam provinsi tersebut. Ini untuk mengetahui penyebab kenaikan anak yang stunting. Setiap provinsi memiliki kondisi yang berbeda. “Enam provinsi harus jadi prioritas,” kata Edy.

Selanjutnya, intervensi yang bisa dilakukan adalah kepada ibu hamil, terutama pada ibu dengan kondisi kurang energi kronis (KEK). Poltekes yang berada di daerah, menurut Edy bisa digerakan untuk membantu intervensi terutama di tingkat keluarga. Poltekes dapat membantu layanan kesehatan primer.

”Saya minta Kementerian Kesehatan juga ajak tenaga kesehatan di luar dokter,” ungkapnya. Ini bertujuan agar masukan kepada pemerintah lebih beragam. “Dalam public health nursing keterlibatan perawat, ahli gizi, dan bidan masih terabaikan. Padahal itu penting agar keluarga mandiri,” imbuhnya.

Edy juga menyarankan ada kelas prenatal untuk ibu hamil. Ini untuk membantu mengawasi kondisi kehamilan dan pengasuhan pada anak. Selama ini pemerintah ada sertifikasi untuk calon pengantin melalui KUA. Edy mengusulkan agar hal serupa juga diaplikasikan ke ibu hamil. Diusulkan yang mengampu adalah perawat dan bidan. “Kalau ada ibu dengan gangguan kehamilan, anemia, atau malnutrisi bisa tedeteksi dan ditangani hingga betul-betul sehat,” ujarnya.

Edy mengapresiasi apa yang sudah dilakukan Pemerintah Daerah (Pemda) Sumedang yang telah menerapkan Sitem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) untuk penanganan stunting. Kabupaten Sumedang telah mampu mengambil dan memvisualisasi data untuk menjadi bekal dalam berbagai kebijakan intervensi stunting. “Kita membutuhkan sistem data yang mampu memetakan dimana lokasi keluarga stunting dan berapa jumlahnya? Termasuk yang berpotensi stunting,” ungkapnya.

Dengan mengetahui data ini, kader atau tenaga kesehatan dapat mendatangi keluarga tersebut guna memberikan intervensi spesifik anak stunting sesuai penyebabnya. Keluarga pun harus diedukasi dan dibantu untuk memanfaatkan resources yang dimiliki. “Sehingga kemandirian keluarga dalam penanganan stunting dapat tercapai,” bebernya.

Terakhir, Edy mengatakan anggaran pemerintahan yang besar dan melibatkan banyak pihak tetapi tidak efektif menurunkan stunting. Apalagi Covid-19 sudah melandai sehingga sektor kesehatan lainnya seharusnya bisa lebih diperhatikan. ”Kalau lebih giat, saya yakin angka stunting bisa turun lebih banyak lagi,” katanya.(Tim liputan media halo blora)

Leave A Reply

Your email address will not be published.